Kamis, 21 Juni 2012

mudharabah


ARTIKEL MUDHOROBAH
Oleh: Fitria nm

I.  PENDAHULUAN

Setiap manusia pasti memiliki hubungan interaksi dengan manusia lain, baik dalam hal ibadah, pekerjaan, maupun hal-hal lain yang bersifat social. Begitu juga dalam menentukan pilihan, apakah hidup yang kita pilih telah sesuai dengan ajaran agama yang kita anut, seperti halnya dalam memilih produk perbankan, Mungkin kita bertanya kenapa harus memilih produk syariah?
Setiap muslim memang harus dan wajib memilih produk yang halal dan sesuai  dengan syariah islam. seperti halnya ketika memilih produk pada makanan kita pasti akan memilih produk yang bersertifikat halal, demikian juga dalam hal lain misal: berinvestasi atau bermuamalah maka anda harus yakin bahwa produk yang anda gunakan adalah halal dan sesuai dengan syariat islam, serta jauh dari unsure-unsur berikut:
1.      Unsur maysir (judi, spekulasi)
2.      Unsur gharar (ketidakjelasan)
3.      Unsur riba (bunga)
4.      Unsun bathil (tidak adil)
Dengan anda memilih produk syariah maka secara otomatis anda akan terbebas dari beberapa unsure tersebut diatas , karena produk syariah yang salah satunya adalah dengan menggunakan akad mudharabah telah direkomendasikan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).

II.   RUMUSAN MASALAH

Bahwa kegiatan-kegiatan investasi bank Islam menurut para teoritisi Perbankan Islam mesti di dasarkan pada dua konsep hukum : Mudharabah dan Musyarakah, atau yang dikenal dengan istilah Profit and Loss Sharing (PLS).
·        Apakah investasi yang menjadi salah satu  produk BMD di atas telah sesuai dengan akad mudharabah?
·        Apakah konsep teoritisi yang ditawarkan dengan sistem Mudharabah dalam literatur fiqih dapat diaplikasikan secara murni pada Perbankan Islam dalam tingkat realitas?


III.     TEORI
 Mudharabah dalam literatur fiqih
A.           Pengertian
Dalam fiqih Islam mudharabah merupakan salah satu bentuk kerjasama antara rab al-mal (investor) dengan seorang pihak kedua (mudharib) yang berfungsi sebagai pengelola dalam berdagang. Istilah mudharabah oleh ulama fiqh Hijaz menyebutkan dengan Qiradh. Secara terminologi, para Ulama Fiqh mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh dengan : “Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan”.




B.     Hukum Mudharabah dan Dasar Hukumnya.
Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk saling membantu antara rab al-mal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib). Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd (w.595/1198) dari madzhab Maliki bahwa kebolehan akad mudharabah merupakan suatu kelonggaran yang khusus6. Meskipun mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh al-Quran atau Sunnah, ia adalah sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam, dan bentuk dagang semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai tulang punggung perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh. Dasar hukum yang biasa digunakan oleh para Fuqaha tentang kebolehan bentuk kerjasama ini adalah firman Allah dalam Surah al-Muzzammil ayat 20 :
...وَآَخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّه
Artinya : “....dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah....”.
(Al-muzammil : 20)

لَيْسَ عَلَّيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًّا مِنْ رَبِكُم
Artinya : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari Tuhanmu....”. (al-Baqarah : 198).
Kedua ayat tersebut di atas, secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah, yang secara bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah SWT di muka bumi.

C.     Rukun dan Syarat Mudharabah
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun akad mudharabah adalah Ijab dan Qabul Sedangkan Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun akad mudharabah adalah terdiri atas orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan kad; tidak hanya terbatas pada rukun sebagaimana yang dikemukakan Ulama Hanafiyah, akan tetapi, Ulama Hanafiyah memasukkan rukun-rukun yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain Ijab dan Qabul sebagai syarat akad mudharabah.
Adapun syarat-syarat mudharabah, sesuai dengan rukun yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah :
1.   Orang yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.
2.  Mengenai modal disyaratkan : a) berbentuk uang, b) jelasjumlahnya, c) tunai, dan d) diserahkan sepenuhya kepada mudharib (pengelola). Oleh karenanya jika modal itu berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh tidak dibolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.
3. Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan dagang itu.

D.     Modal
Modal harus berbentuk uang. Untuk menghindari bentuk perselisihan, kontrak mudharabah harus jelas jumlah modalnya. Modal mudharabah tidak boleh berupa suatu hutang yang dipinjam mudharib pada saat dilanjutkan kontrak mudharabah. Karena dalam kontrak semacam ini si investor dapat dengan mudah menggunakan mudharabah sebagai alat untuk memperoleh kembali hutangnya sekalian mengambil untung darinya.

Oleh sebab itu, mudharabah dapat dianggap sebagai suatu kontrak dimana investor menanggung sedikit tanggung jawab, berbeda dengan mudharib yang menanggung tanggung jawab tidak terbatas. Sebanding dengan posisi yang tidak menguntungkan pada si mudharib. Investor harus menanggung segala kerugian atau biaya kongsi mudharabah jika mudharib menjalankan tindakan-tindakan sesuai dengan syarat-syarat kontrak dan tidak melakukan salah guna (misuse) atau salah-urus (mismanage) atas modal yang dipercayakan kepadanya.

E.     Manajemen
 Ulama Fiqh membagi mudharabah kepada dua jenis : Mudharabah muthlaqah (tak terbatas untuk menyerahkan modal secara mutlak, tanpa syarat dan pembatasan) dan Mudharabah muqayyadah (terbatas untuk menyerahkan modal dengan syarat dan batasan tertetu). Dalam mudharabah muthlaqah, mudharib boleh dan bebas menggunakan modal untuk membeli barang apapun dari siapapun dan kapanpun ia boleh menjual barang-barang mudharabah dengan cara tunai atau kredit bahkan ketika si mudharib dibatasi pun, ia bebas berdagang sesuai dengan praktik umumnya para pedagang. Akan tetapi dalam mudharabah muqayyadah, mudharib harus mengikuti syarat-syarat dan batasan-batasan yang dikemukakan oleh investor. Misalnya, mudharib harus berdagang barang tertentu, pada tempat tertentu, dan membeli barang pada orang tertentu. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i, jika investor menentukan bahwa mudharib tidak boleh membeli kecuali dari orang tertentu, maka mudharabah itu batal.

F.      Jangka Waktu
Menurut madzhab Maliki dan Syafi’i bahwa, kontrak mudharabah tidak boleh menentukan syarat adanya jangka waktu tertentu bagi kongsi. Menurutnya hal demikian dapat membuat kontrak menjadi batal. Namun kalangan madzhab Hanafi dan Hambali membolehkan klausul demikian. Ulama yang berpendapat pertama memberikan argumen bahwa pembatasan waktu semacam ini bisa membuat peluang yang baik lepas dari tangan mudharib atau mengacaukan rencana-rencananya, sehingga mengakibatkan tidak dapat memperoleh keuntungan dari usaha yang telah dilakukan.

G.     Jaminan
Mengingat hubungan antara investor dengan mudharib adalah hubungan yang bersifat „gadai dan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka tidak ada jaminan oleh mudharib kepada investor. Investor tidak dapat menuntut jaminan apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal dengan keuntungan. Jika investor mempersyaratkan pemberian jaminan dari mudharib dan menyatakan hal ini dalam syarat kontrak, maka kontrak mudharabah mereka tidak sah, demikian menurut Malik dan Syafi’i.

H.     Pembagian Laba dan Rugi
Ketentuan suku laba bagi masing-masing pihak harus ditentukan sebelumnya dalam kontrak mudharabah. Suku laba harus berupa rasio dan bukan jumlah tertentu. Penetapan jumlah tertentu, misalnya seratus satuan mata uang, bagi salah satu pihak membatalkan mudharabah karena adanya kemungkinan bahwa keuntungan tidak akan mencapai jumlah yang ditetapkan ini.


IV.      ANALISA

Mudharabah dalam Perbankan Islam

Mudharabah dalam Perbankan Islam lebih cenderung bersifat aplikatif dan praktis, jika dibandingkan dengan literatur fiqh ang bersifat teoritis. Kontrak mudharabah bank-bank Islam saat ini sudah menjamur diseluruh dunia. Istilah tersebut mewakili suatu bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha menyediakan layanan-layanan bebas bunga kepada para nasabah. Umumnya, kontrak mudharabah digunakan dalam perbankan Islam untuk tujuan dagang jangka pendek dan untuk suatu kongsi khusus.
Kontrak-kontrak mudharabah bank Islam menentukan jumlah modal yang digunakan dalam kongsi. Ringkasnya, tidak ada dana tunai yang diberikan kepada mudharib. Jumlah modal diangsur ke dalam rekening mudharabah yang oleh bank dibuka untuk tujuan pengelolaan mudharabah. Karena umumnya mudharabah untuk tujuan pembelian barang-barang tertentu, maka bank sendirilah yang melakukan pembayaran kepada penjual. Dana-dana yang diberikan oleh bank sebagai modal tidak dalam penanganan mudharib dan ia tidak dapat menggunakannya untuk tujuan lain. Bank Islam akan menyediakan sumber-sumber pembiayaan yang luas kepada para peminjam dengan prinsip berbagi-risiko, tidak seperti pembiayaan berbasis bunga dimana peminjamnya menanggung semua risiko. Namun dalam praktiknya, bank-bank Islam umumnya telah menyadari bahwa PLS, seperti yang dibayangkan para teoritisi, tidak dapat digunakan secara luas dalam Perbankan Islam dikarenakan risiko-risiko yang ditanggungkan kepada Bank.

V.         KESIMPULAN

·  Berdasarkan artikel diatas Produk syariah muamalat dan investasi yang dikelola oleh BMD syariah, telah sesuai dengan prinsip syariah islam. Dengan menggunakan akad mudharabah yang Aman dan terjamin dengan bagi hasil yang menarik dan halal karena setiap bulanya bagi hasil tersebut telah dibersihkan 2,5% untuk zakat.
·  Mudharabah yang dikembangkan dalam fiqih adalah suatu kontrak dimana mudharib memiliki kebebasan yang diperlukan untuk menjalankan mudharabah dalam rangka menghasilkan laba. Karena mudharib merupakan pihak yang lebih lemah didalam kontrak yang per definisi, memberikan keterampilannya sebagai modal pada mudharabah, para Fuqaha tidak membolehkan adanya tuntutan jaminan terhadap mudharib. Di bawah perbankan Islam, mudharabah kemudian digunakan dalam kongsi-kongsi dagang berjangka pendek, yang di situ tidak ada transfer dana kepada pihak mudharib. Tidak ada kebebasan bertindak, karena semua bagian-bagian yang terperinci tentang bagaimana mudharabah harus dijalankan sudah ditetapkan di dalam kontrak. Peran mudharib terbatas pada melaksanakan atas kontrak. Konsep umum mudharabah (yaitu suatu bentuk pembiayaan modal usaha atau penyaluran kredit kepada mereka yang kekurangan dana tetapi memiliki keterampilan untuk menjalankan dagang atau bisnis dengan suatu keuntungan tidak pasti yang mugkin dapat atau mungkin tidak dapat diwujudkan) tidak tampil menjadi sesuatu yang menonjol atau yang cukup tampak dalam mudharabah perbankan Islam.

1 komentar:

  1. Merit Casino: Play at the best online casino! | Deccasino
    All reviews by real players, details about Merit Casino 1xbet games and bonuses. Rating: 4.3 · 카지노사이트 ‎Review 메리트카지노 by Fraser Wallace

    BalasHapus