Kamis, 21 Juni 2012

TASAWUF FALSAFI

TASAWUF FALSAFI Oleh: Fitria nm 1. Pengertian Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajaranya memadukan antara visi mistis dengan dengan visi rasional. Pemanduan antara tasawuf dengan filsafat dalam ajran tasawuf falsafi ini, dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf jenis ini bercampur dengan sejumlah ajaran-ajaran filsafat diluar islam seperti dari yunani, Persia, India dan agama nasrani. Pendapat lain dari Drs. H. Moh. Sotoyo, M.Ag, tasawuf falsafi yaitu memahami tasawuf berdasarkan dalil nakli (al-Qur’an dan sunnah) dan masih menggunakan alat bantu aqli filsafati. Dalam makalah sebelumnya telah dijelaskan mengenai tasawuf sunni, untuk itu terdapat kesamaan dan perbedaan antara tasawuf sunni dengan tasawuf falsafi ini, yang diantara persamaanya adalah : a) Aliran tasawuf sunni dan falsafi sama-sama mengakui ajaranya bersumber dari al-qur’an dan sunnah serta sama mengamalkan islam secara konsekuen b) Aliran tasawuf sunni dan falsafi dalam proses perjalanan menuju arah yang ingin dicapai sama-sama bejalan pada prinsip maqomat dan ahwal. c) Aliran tasawuf sunni dan falsafi sama-sama ingin memperoleh kebahagiaan yang haqiqi yang bersifat spiritual dan dapat berkomunikasi dengan tuhan. Adapun perbedaan antara tasawuf sunni dengan tasawuf falsafi adalah: a) Tasawuf sunni kurang memperhatikan ide-ide sepikulatif karena mereka sudah merasa puas dengan argumentasi yang bersifat naqli (al-Qur’an dan sunnah). Sedangkan tasawuf falsafi sangat gemar terhadap ide-ide spekulatif karena kebanyakan kaum sufi aliran ini memiliki pengetahuan yang cukup mengenai lapangan filsafat, dan mampu menampilkan argument-argumen yang kaya serta luas tentang ide keTuhanan dan alam metafisis yang menurut aliran keyakinan ini masih relefan dengan nilai-nilai al-Qu’an dan sunnah. b) Dalam memberi makna terhadap posisi dekat tanpa jarak denghan Allah SWT, tasawuf sunni berpendapat bahwa antara mahkluk dengan kholik tetap ada jarak yang tidak terjembatanisehingga tidak mungkin jumbuh karena keduanya tidak seesensi. Sedangkan aliran falsafi degan tegas berpendapat bahwa manusia seesensi dengan Allah SWT, oleh karena itu mnusia dengan sang kholik dapat terpadu jika kondisi untuk itu telah tercipta. 2. Ajaran tasawuf falsafi Imam al-Ghozali berpendapat bahwa mahabbah (cinta kepada Allah) lebih tinggi dari pada ma’rifah ( mengetahui Tuhan dari dekat), Beliau mengatakan bahwa cinta tidak akan terjadi melainkan sudah tercapai ma’rifah. Lain halnya dengan sebagian ahli Suffi yang beraliran tasawuf falsafi berpandangan bahwa manusia masih dapat melewati maqam ma’rifat. Manusia masih mampu naik kejenjang yang lebih tinggi yakni persatuan dengan Tuhan yang kemudian disebut dengan ittihad, hulul, dan isyraq. Dengan munculnya karakteristik tasawuf seperti ini, maka pembahasan tasawusudah lebih bersifat filsafati, yakni pembahasanya telah meluas kepada masalah metafisika seperti prosesw persatuan manusia dengan Tuhan, yang sekaligus membahas konsep manusia danTuhan. Paham-paham tasawuf tipe ini yang terpenting adalah: a) Fana’ dan Baqa’ Secara lughowi, Fana’ berarti hancur, lebur, musnah, lenyap,hilang, atau tiada, Dan baqa’ berarti tetap, kekal, abadi atau hidup terus(lawan dari fana), setiap adanya fana’ menun jukan adanya baqa’.Paham ini merupakan peningkatan dari paham ma’rifah dan mahabbah. Sebelum seorang sufi memasuki tahap persatuan dengan Tuhan, ia harus terlebih dahulu melenyapkan kesadan melalui fana’. Pelenyapan kesadaran dalam khaznah suffi senantiasa diiringi dengan baqa’. Dalam perkembangan selanjutnya terdapat suatu karakteristik fana’ yang merupakan pendapat umum dikalangan kaum sufi, yaitu hilangnya perasaan dan kesadaran dimana seseorang sufi tidak lagi merasakan apa yang terjadi pada dirinya dan alam sekitarnya. Sehubungan dengan itu al-Qusyairi mendefisikan fana’sebagai berikut : Fananya seorang dari dirinya dan mahkluk lain terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinya dan tentang mahkluk lain itu…sebenarnya dirinya tetap ada dan demikian pula mahkluk lain ada, tetapi tak sadar lagi pada mereka dan pada dirinya. Al-kalabasi menegaskan bahwa seseorang yang mengalami keadaan fana’bukanlah disebabkan hilangnya kesadaran(pingsan), bukan karena kebodohan dan bukan pula karena sirnanya sifat-sifat kemanusiaan dari dirinya, sehingga dia menjadi malaikat atau atau seorang spiritualis, tetapi dia fana’ dari penyaksian akan hal-hal yang berkenaan dengan dirinya, dengan demikian keadaan fana tidaklah menyebabkanya dapat dapat meninggalkan kewajiban-kewajiban agama. b) Ittihad Secara etimologi al-ittihad berarti persatuan. Dalam kamus sufisme berarti persatuan antara manusia dengan Tuhan. Menurut prof. Dr. Harun Nasution, ittihad kelihatanya adalah satu tingkatan tasawuf dimana seseorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu. Dari uraian diatas beberapa sufi memberikan penyangkalan, bahwa bukanlah bukanlah yang dimaksud dengan ittihad itu berpadunya dua subtansi menjadi satu, tetapi merupakan suatu keadaan rohani yang diperoleh melalui fana’ ‘an al- nasf, yakni hilangnya kesadaran seorang sufi akan wujud dirinya dan yang tinggal dalam kesadaranya hanya wujud Tuhan, seperti hilangnya maksiat dan sifat-sifat tercela. c) Hulul Seperti yang telah disinggung diatas bahwa paham ittihad dalam kenyataanya dapat mengambil bentuk hulul dan wahdah al-wujud. Dan lahirnya ittihad adalah akibat dari adany fana’ dan baqa’. Oleh karena itu maka faham hulul tidak bisa dipisahkan dari adanya paham fana’ dan baqa’. Menurut keterangan Abu Nasr al-tusi dalam kitabnya al-luma’, hulul ialah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. d) Wahdah Al-Wujud Wahdah al-Wujud berarti kesatuan wujud. Paha mini adalah kelanjutan dari paham hulul. Menurut Ahmad Amin, arti dari istilah Wahdah al-Wujud ialah sesungguhnya alam dan Allah adalah sesuatu yang satu. Kemudian ibrahim hilal mengatakan bahwa arti dari wahdah al-wujud ialah ”sesungguhnya yang ada ni hanya satu, meskipun banyak ragam dan bentuknya. Alam dan Allah adalah dua bentuk dalam satu hakikat, Allah SWT. Alam adalah Allah dan Allah adalah alam. Dapat diambil kesimpulan bahwa Wahdah al-Wujud adalah suatu paham yang mengakui hanya ada satu paham dalam kesemestaan ini, yaitu satu wujud Tuhan. Tuhan adalah alam dan alam adalah Tuhan, karena alam ini merupakan emanasi tuhan. e) Isyraq Secara harfiah kata isyraq dapat diartikan dengan bersinar atau memancarkan cahaya. Namun jika dilihat dari isi ajaranya Isyraq lebih tepat diartikan dengan penyinaran, pancaran cahaya atau iluminasi. Dalam teori isyraq, Suhrawardi mengatakan, bahwa sumber dari segala yang ada ini dalah cahaya mutlak atau nur al-Qohir. Paham isyraq menyatakan bahwa alam ini menyatakan melalui penyinaran atau iluminasi, kosmos ini terdiri dari susunan bertingkat-tingkat berupa pancaran cahaya. Cahaya yang tertinggi dan sebagai sumber dari segala cahaya itu ia namakan nur al- anwar atau nur al- A’zam; dan inilah Tuhan. Manusia berasal dari Nur al-Anwar yang menciptakanya melalui pancaran cahaya dengan proses yang hampir serupadengan teori emanasi. Oleh karena itu hubungan manusia dengan Tuhan merupakan hubungan arus bolak balik. 3. Tokoh-Tokoh Tasawuf falsafi a. Rabi’ah al-Adawiyah Nama lengkapnya ialah Ummu al- Khair Rabi’ah binti Ismail al- adawiyah al-Qisiyah. Beliau lahir di Basrah tahun 96 H/713M, lalu hidup sebagai hamba sahaya keluarga Atik. Menurut riwayat beliau meninggal pada tahun 185H/801 M, dan dimakamkan dikota jerussalem. Isi pokok ajaran tasawuf Rabi’ah adalah konsep tentang cinta, akan tetapi seumur hidupnya beliau tidak pernah menikah, sebagai wanita zahidah dia selalu menampik setiap lamaran beberapa pria shaleh, dengan mengataka: ” Akad nikah adalah hak pemilik alam semesta, sedangkan bagi diriku, hal itu tidak ada, karena aku telah berhanti maujud dan telah lepas dari diri! Aku maujud dalam Tuhan dan diriku sepenuhnya milikNya. Aku hidup didalam naungan firmaNya. Akad nikah mesti diminta dariNya, bukan dariku” b. Zu al-Nun al-Misri Nama lengkapnya adalah Abu al-faid Sauban bin Ibrahim Zu al-Nun al-Misri.Dia lahir di Ekhmim yang terletak dikawasan mesir hulu pada tahun 155 H/770 M. Pada tahun 214 H/829 M, dia ditangkap dengan tuduhan membuat bid’ah dan dikirim ke kota bagdad untuk dipenjarakan,setelah diadili, kholifah memerintahkan agar dia dibebaskan dan dikembalikan ke cairo. Dikota ini dia meninggal tahun 245 H/860 M. Dalam tasawuf ia dipandang sebagai bapak paham Ma’rifah. Walaupun istilah ma’rifah sudah dikenal sebelumnya, namun pengertian ma’rifah versi tasawuf baru dikenal dengan munculnya Zu al-Nun. c. Abu Yazid al-Bustami Nama lengkapnay adalah Abu yazid bin isa bin Syurusan al Bustami. Dia lahir sekitar tahun 200 H/814 M, di bustam bagian timur laut persia, dan meninggal pada tahun 261 H/875 M. Sebelum Abu yazid mempelajari tasawuf, Ia belajar islam menurut mazdab Hanafi. Kemudian ia memperoleh pelajaran tentang ilmu tauhid dan hakikat. Ia merupakan tokoh sufi yang sangat terkenal pada abad ke-3 Hijriyah dan dipandang sebagai pembawa paham al-fana dan al-baqa serta sekaligus pencetus paham ittihad. Kepribadianya menjadi sangat menonjol dikalangan sufi persia pertama. d. Al-Hallaj Nama lengkapnya ialah Abu al-Mugis al-Husain bin Mansur bin Muhammad al-Baidawi, lebih dikenal dengan nama al-Hallaj. Ia lahir tahun 244 H/858 M di Tur (salah satu desa dekat Baida di Persia. Ia pergi emngembara disatu negri ke engri lain, untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf, dalam pertemuanya dengan ahli-ahli sufi timbilah pribadi dan pandangan hidupnya, sehingga pada umur 53 tahun ia sudah memiliki paham tasawuf yang berbeda denagn yang lain. Inti sari ajaran tasawufnya emliputi 3 persoalan pokok, yaitu: Hulul, haqiqoh muhammadiyah, dan wahdah al-adyan. e. Muhyiddin ibn ’Arabi Nama lengkapnya ialah Abu bakr Muhammad bin Muhyiddin al-Hatimi al-Ta’i al-Andalusi. Dia biasa disebut dengan al-Qutub, al-Gaus dan al-Syaihk al-Akbar atau al-Kibrit al-Ahmar. Setelah berumur 30 tahun Ia berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan islam bagian barat. Dari buku-bukunya yang dapat ditemukan ada dua buku yang sangat terkenl yaitu, Al-Futuhad al-Makiyah dan Fusus al-Hikam. Ia dikenal sebagai pencetus paham Wahdah al-Wujud, menurutnya untuk mencapai tingkat al-Ihsan Kamil orang harus melalui jalan sebagai berikut: • Fana’ yaitu sirna didalam wujud Tuhan hingga seorang sufi menjadi satu dengaNya. • Baqa’ yaitu kelanjutan wujud bersamaTuhan sehingga dalam pandanganya, wujud Tuhanlah pada kesegalaan ini. f. Abdul Karim al-Jili Nama lengkapnya ’Abd al-Karim bin Ibrahim al-Jili. Ia lahir di al jili pada tahun 767 H/1365 M dan meninggal pada tahun 805/1403 M. Kitab Al-=Jili yang paling terkenal ialah yamg menggambarkan ajaran tasawufnya, khususnya tentag konsep al-Ihsan al-Kamil. Walaupun Ia membawa konsep kesatun wujud dan tetap konsisten terhadap ajaranya, namun dalam syariatnya Ia tetap menjalankan kewajibanya(Taklif). g. Ibnu al-Farid Nama lengkapnya adalah Syarifuddin Umar Abu al-Hasan ’ALI yang lebih dikenal dengan Ibn al-Farid. Dia adalah seorabng penyair sifi cinta Illahi yang dilahirkan diCairo pada tahin 576 H. Menurutnya cinta kepada Allah adalah kehidupan itu sendiri, sebagaimana tertuang dalam lirik-lirik syairnya: Terimalah sepenuh hati cintanya Rindu tidak mudah tinggal dalam hatinya Sebab pilihany justru dikandungnya Dan akal budipun ia punya Hiduplah bebas, terhenti darinya itulah derita Awalnya kesakitan dan akhirnya hilang nyawa Tapi kematian yang di warnai cinta Itu kehidupan yang mengutamakan damba Dengan ilmu kerinduan kupesan padamu Bagi pemilah, pilihlah yang menghiasimu Andai kau ingin bahagia, matilah syahid dengan cinta Bila tidak, cinta banyak pendambanya Siapa yang tidak mati dalam cinta tidak dimabuknya Dan tanpa luka lebah pun tidak menggila. Menurut Ibn Farid, seorang pecinta hanya mungkin bisa menyaksikan kekasihnya, ALLAH SWT, lewat fana’ dari segala pesona serta daya tarik kehidupan dunia: bahkan surga dan nikmat kehidupan akhirat. REFERENSI: AS, Asmaran. Pengantar studi tasawuf, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1996. Sutoyo, Moh, Haji. Tasawuf dan Tarekat Jalan Menuju Allah, Madiun, Tegalarum, 2007. Al-Qusyairi, Al-Risalah al-Qusyairiyah, Dar al-Kutub al-Arabiyah al-Kubra, Cairo, t.t. Ibid Al-Tusi, op. cit., Amin, Ahmad, Zuhr al-islam, IV, Dar al-kitab al-Arabi, Beirut, 1969. Hilal, Ibrahim, op. cit.s Abd Badi’,Lutfi ‘, Islam fi Isbaniya, al-Nahdah al-misyriyah, Cairo, 1969. Stepan dan Ronart, Nadi, Concise Encilopaedia of Arabic Civilization the Arab East, Amsterdam, Naterlands, 1966. Ibn ‘Arabi, op. Cit. Al-Taftazani, op. cit.

1 komentar: