ARTIKEL MUDHOROBAH
Oleh: Fitria nm
I.
PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti memiliki hubungan
interaksi dengan manusia lain, baik dalam hal ibadah, pekerjaan, maupun hal-hal
lain yang bersifat social. Begitu juga dalam menentukan pilihan, apakah hidup
yang kita pilih telah sesuai dengan ajaran agama yang kita anut, seperti halnya
dalam memilih produk perbankan, Mungkin kita bertanya kenapa harus memilih
produk syariah?
Setiap muslim memang harus dan wajib memilih
produk yang halal dan sesuai dengan
syariah islam. seperti halnya ketika memilih produk pada makanan kita pasti
akan memilih produk yang bersertifikat halal, demikian juga dalam hal lain misal:
berinvestasi atau bermuamalah maka anda harus yakin bahwa produk yang anda
gunakan adalah halal dan sesuai dengan syariat islam, serta jauh dari
unsure-unsur berikut:
1. Unsur maysir
(judi, spekulasi)
2. Unsur gharar
(ketidakjelasan)
3. Unsur riba
(bunga)
4. Unsun bathil
(tidak adil)
Dengan anda memilih produk syariah maka
secara otomatis anda akan terbebas dari beberapa unsure tersebut diatas ,
karena produk syariah yang salah satunya adalah dengan menggunakan akad
mudharabah telah direkomendasikan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI).
II. RUMUSAN MASALAH
Bahwa kegiatan-kegiatan investasi bank Islam menurut para teoritisi
Perbankan Islam mesti di dasarkan pada dua konsep hukum : Mudharabah dan
Musyarakah, atau yang dikenal dengan istilah Profit and Loss Sharing (PLS).
·
Apakah investasi yang menjadi salah satu produk BMD di atas telah sesuai dengan akad mudharabah?
·
Apakah konsep teoritisi yang ditawarkan dengan
sistem Mudharabah dalam
literatur fiqih dapat diaplikasikan secara murni pada Perbankan Islam dalam tingkat realitas?
III.
TEORI
Mudharabah dalam
literatur fiqih
A.
Pengertian
Dalam fiqih Islam mudharabah merupakan
salah satu bentuk kerjasama antara rab al-mal (investor) dengan seorang
pihak kedua (mudharib) yang berfungsi sebagai pengelola dalam berdagang. Istilah
mudharabah oleh ulama fiqh Hijaz menyebutkan dengan Qiradh. Secara
terminologi, para Ulama Fiqh mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh
dengan : “Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja
(pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu
menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan”.
B. Hukum
Mudharabah dan Dasar Hukumnya.
Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena
bertujuan untuk saling membantu antara rab al-mal (investor) dengan
pengelola dagang (mudharib). Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd (w.595/1198)
dari madzhab Maliki bahwa kebolehan akad mudharabah merupakan suatu kelonggaran
yang khusus6. Meskipun mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh al-Qur‟an atau Sunnah, ia adalah sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh
umat Islam, dan bentuk dagang semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang
periode awal era Islam sebagai tulang punggung perdagangan karavan dan
perdagangan jarak jauh. Dasar hukum yang biasa digunakan oleh para Fuqaha
tentang kebolehan bentuk kerjasama ini adalah firman Allah dalam Surah al-Muzzammil
ayat 20 :
...وَآَخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي
الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّه
Artinya : “....dan
sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah....”.
(Al-muzammil :
20)
لَيْسَ عَلَّيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًّا مِنْ
رَبِكُم
Artinya : “Tidak
ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari
Tuhanmu....”. (al-Baqarah : 198).
Kedua ayat
tersebut di atas, secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah, yang secara
bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah SWT di muka bumi.
C. Rukun
dan Syarat Mudharabah
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang
menjadi rukun akad mudharabah adalah Ijab dan Qabul Sedangkan Jumhur
Ulama menyatakan bahwa rukun akad mudharabah adalah terdiri atas orang yang
berakad, modal, keuntungan, kerja dan kad; tidak hanya terbatas pada rukun sebagaimana
yang dikemukakan Ulama Hanafiyah, akan tetapi, Ulama Hanafiyah
memasukkan rukun-rukun yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain Ijab dan Qabul
sebagai syarat akad mudharabah.
Adapun syarat-syarat mudharabah, sesuai
dengan rukun yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah :
1. Orang
yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.
2. Mengenai modal disyaratkan : a) berbentuk
uang, b) jelasjumlahnya, c) tunai, dan d) diserahkan sepenuhya kepada mudharib
(pengelola). Oleh karenanya jika modal itu berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh
tidak dibolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.
3. Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan
bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan
dagang itu.
D. Modal
Modal harus berbentuk uang. Untuk menghindari
bentuk perselisihan, kontrak mudharabah harus jelas jumlah modalnya. Modal mudharabah
tidak boleh berupa suatu hutang yang dipinjam mudharib pada saat
dilanjutkan kontrak mudharabah. Karena dalam kontrak semacam ini si investor
dapat dengan mudah menggunakan mudharabah sebagai alat untuk memperoleh kembali
hutangnya sekalian mengambil untung darinya.
Oleh sebab itu, mudharabah dapat dianggap
sebagai suatu kontrak dimana investor menanggung sedikit tanggung jawab,
berbeda dengan mudharib yang menanggung tanggung jawab tidak terbatas. Sebanding
dengan posisi yang tidak menguntungkan pada si mudharib. Investor harus
menanggung segala kerugian atau biaya kongsi mudharabah jika mudharib
menjalankan tindakan-tindakan sesuai dengan syarat-syarat kontrak dan tidak
melakukan salah guna (misuse) atau salah-urus (mismanage) atas
modal yang dipercayakan kepadanya.
E. Manajemen
Ulama Fiqh
membagi mudharabah kepada dua jenis : Mudharabah muthlaqah (tak
terbatas untuk menyerahkan modal secara mutlak, tanpa syarat dan
pembatasan) dan Mudharabah muqayyadah (terbatas untuk menyerahkan
modal dengan syarat dan batasan tertetu). Dalam mudharabah
muthlaqah, mudharib boleh dan bebas menggunakan modal untuk membeli barang
apapun dari siapapun dan kapanpun ia boleh menjual barang-barang mudharabah
dengan cara tunai atau kredit bahkan ketika si mudharib dibatasi pun, ia bebas
berdagang sesuai dengan praktik umumnya para pedagang. Akan tetapi dalam mudharabah
muqayyadah, mudharib harus mengikuti syarat-syarat dan batasan-batasan yang
dikemukakan oleh investor. Misalnya, mudharib harus berdagang barang tertentu, pada
tempat tertentu, dan membeli barang pada orang tertentu. Menurut Imam Malik dan
Imam Syafi’i, jika investor menentukan bahwa mudharib tidak boleh
membeli kecuali dari orang tertentu, maka mudharabah itu batal.
F. Jangka
Waktu
Menurut madzhab Maliki dan Syafi’i bahwa,
kontrak mudharabah tidak boleh menentukan syarat adanya jangka waktu tertentu
bagi kongsi. Menurutnya hal demikian dapat membuat kontrak menjadi batal. Namun
kalangan madzhab Hanafi dan Hambali membolehkan klausul demikian.
Ulama yang berpendapat pertama memberikan argumen bahwa pembatasan waktu
semacam ini bisa membuat peluang yang baik lepas dari tangan mudharib atau
mengacaukan rencana-rencananya, sehingga mengakibatkan tidak dapat memperoleh
keuntungan dari usaha yang telah dilakukan.
G. Jaminan
Mengingat hubungan antara investor dengan
mudharib adalah hubungan yang bersifat „gadai‟ dan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka tidak ada jaminan oleh
mudharib kepada investor. Investor tidak dapat menuntut jaminan apapun dari
mudharib untuk mengembalikan modal dengan keuntungan. Jika investor
mempersyaratkan pemberian jaminan dari mudharib dan menyatakan hal ini dalam
syarat kontrak, maka kontrak mudharabah mereka tidak sah, demikian menurut Malik
dan Syafi’i.
H. Pembagian
Laba dan Rugi
Ketentuan suku laba bagi masing-masing pihak
harus ditentukan sebelumnya dalam kontrak mudharabah. Suku laba harus berupa rasio
dan bukan jumlah tertentu. Penetapan jumlah tertentu, misalnya seratus satuan
mata uang, bagi salah satu pihak membatalkan mudharabah karena adanya
kemungkinan bahwa keuntungan tidak akan mencapai jumlah yang ditetapkan ini.
IV.
ANALISA
Mudharabah dalam Perbankan Islam
Mudharabah dalam Perbankan
Islam lebih cenderung bersifat aplikatif dan praktis, jika dibandingkan dengan
literatur fiqh ang bersifat teoritis. Kontrak mudharabah bank-bank Islam
saat ini sudah menjamur diseluruh dunia. Istilah tersebut mewakili suatu bentuk
perbankan dan pembiayaan yang berusaha menyediakan layanan-layanan bebas bunga
kepada para nasabah. Umumnya, kontrak mudharabah digunakan dalam perbankan
Islam untuk tujuan dagang jangka pendek dan untuk suatu kongsi khusus.
Kontrak-kontrak mudharabah bank Islam menentukan
jumlah modal yang digunakan dalam kongsi. Ringkasnya, tidak ada dana tunai yang
diberikan kepada mudharib. Jumlah modal diangsur ke dalam rekening mudharabah
yang oleh bank dibuka untuk tujuan pengelolaan mudharabah. Karena umumnya
mudharabah untuk tujuan pembelian barang-barang tertentu, maka bank sendirilah yang
melakukan pembayaran kepada penjual. Dana-dana yang diberikan oleh bank sebagai
modal tidak dalam penanganan mudharib dan ia tidak dapat menggunakannya untuk
tujuan lain. Bank Islam akan menyediakan sumber-sumber pembiayaan yang luas
kepada para peminjam dengan prinsip berbagi-risiko, tidak seperti pembiayaan berbasis
bunga dimana peminjamnya menanggung semua risiko. Namun dalam praktiknya,
bank-bank Islam umumnya telah menyadari bahwa PLS, seperti yang dibayangkan
para teoritisi, tidak dapat digunakan secara luas dalam Perbankan Islam
dikarenakan risiko-risiko yang ditanggungkan kepada Bank.
V.
KESIMPULAN
· Berdasarkan artikel diatas Produk syariah muamalat dan investasi yang
dikelola oleh BMD syariah, telah sesuai dengan prinsip syariah islam. Dengan menggunakan
akad mudharabah yang Aman dan terjamin dengan bagi hasil yang menarik dan halal
karena setiap bulanya bagi hasil tersebut telah dibersihkan 2,5% untuk zakat.
· Mudharabah
yang dikembangkan dalam fiqih adalah
suatu kontrak dimana mudharib memiliki kebebasan yang diperlukan untuk menjalankan mudharabah dalam rangka menghasilkan laba. Karena mudharib
merupakan pihak yang lebih lemah
didalam kontrak yang per definisi, memberikan keterampilannya sebagai modal pada mudharabah, para Fuqaha tidak membolehkan adanya tuntutan
jaminan terhadap mudharib. Di
bawah perbankan Islam, mudharabah kemudian digunakan dalam kongsi-kongsi dagang berjangka
pendek, yang di situ tidak ada transfer
dana kepada pihak mudharib. Tidak ada kebebasan bertindak, karena semua bagian-bagian yang terperinci tentang bagaimana mudharabah harus dijalankan
sudah ditetapkan di dalam kontrak.
Peran mudharib terbatas pada melaksanakan atas kontrak. Konsep umum mudharabah (yaitu suatu bentuk pembiayaan
modal usaha atau penyaluran
kredit kepada mereka yang kekurangan dana tetapi memiliki keterampilan untuk menjalankan dagang atau bisnis dengan suatu keuntungan tidak pasti
yang mugkin dapat atau mungkin
tidak dapat diwujudkan) tidak tampil menjadi sesuatu yang menonjol atau yang cukup tampak dalam
mudharabah perbankan Islam.
Merit Casino: Play at the best online casino! | Deccasino
BalasHapusAll reviews by real players, details about Merit Casino 1xbet games and bonuses. Rating: 4.3 · 카지노사이트 Review 메리트카지노 by Fraser Wallace